Potong BST, Dibagikan kepada Warga Lain Sukarela, untuk Cegah Gejolak di Masyarakat
Banyaknya warga yang sudah telanjur didata tapi tidak mendapat bantuan, membuat desa mengambil inisiatif masing-masing. Seperti di Desa Kedungrejo, Tanjunganom, perangkatnya memotong uang bantuan sosial tunai (BST) Kemensos senilai Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per KK. Selanjutnya, uang tersebut dikumpulkan dan dibagikan kepada warga yang tak mendapat bantuan.
Imam Ashari, 77, salah satu penerima BST di Desa Kedungrejo mengatakan, dirinya memberikan uang Rp 200 ribu kepada perangkat desa. “Itu sudah kesepakatan. Ada musyawarahnya,” ujar Imam sembari menyebut uang yang disetorkannya itu akan diberi kepada warga lain yang belum mendapat bantuan.
Kepala Desa Kedungrejo, Tanjunganom Sujarwo mengatakan, pengurangan uang BST di desanya itu tidak untuk menguntungkan perangkat desanya. Melainkan untuk membantu warga lain yang belum mendapat bantuan. “Sukarela dan sudah dimusyawarahkan,” terang Sujarwo.
Perangkat desa, lanjut Sujarwo, juga tidak menentukan besaran nominal yang harus disetor. Karenanya, ada warga yang memberi uang Rp 200 ribu, Rp 100 ribu, bahkan ada yang memberi Rp 50 ribu.
Pengurangan uang BST, beber Sujarwo, terpaksa dilakukan karena ada banyak warga yang diusulkan dapat bantuan tapi tidak masuk data penerima BST. “Warga kalau sudah didata tapi tidak jadi menerima bantuan pasti akan gaduh. Yang jadi sasaran pasti perangkat desa,” imbuhnya.
Karenanya, agar tidak terjadi gejolak di lapangan, diputuskan untuk saling membantu warga lain. Uangnya diambilkan dari BST yang sudah dicairkan warga. “Itu bukan potongan karena sukarela. Juga bukan untuk kepentingan perangkat. Dikembalikan lagi kepada warga,” urainya.
Lebih jauh Sujarwo menjelaskan, di Desa Kedungrejo pihaknya mengusulkan 1.984 KK warga untuk mendapat bantuan Covid-19. Mereka telanjur masuk pendataan. Tetapi, jumlah KK warga yang ter-cover bantuan dari pusat, provinsi, daerah, hingga BLT DD hanya 1.075 KK. “Sisanya 909 KK tidak jadi dapat, padahal mereka juga terdampak,” jelasnya.
Kegaduhan akibat adanya hampir 1.000 KK yang tidak mendapat bantuan inilah yang diminimalisasi. “Semua sudah menyadari,” tegasnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Nganjuk Raditya Haria Yuangga menganggap masalah ini merupakan dilema bagi semua desa. “Saya dapat banyak laporan, pemotongan seperti ini terjadi juga di desa-desa lain,” bebernya sembari tak mengelak tidak meratanya bantuan rawan menimbulkan gejolak.
Dia berharap tidak ada perangkat desa yang tersandung masalah hukum karena kebijakan yang diambil sifatnya kearifan lokal. Meski demikian, dia tetap meminta masyarakat mengawasi bantuan agar tidak terjadi penyelewengan. “Kalau ada yang memperkaya diri, aparat penegak hukum silakan bertindak,” tegasnya.